Thursday 1 November 2012

Hakikat Menulis - Renungan Pembuka Bilik Cinta

hakikat menulis

Bismillahirrahmaanirrahiim

Sebuah renungan, terkutip dari kumpulan tweet akun Ust. @salimafillah
Semoga bisa mengingatkan, sebelum kita melanjutkan perjalanan mengisi bilik-bilik cinta dalam rumah awan ini
Kalau tidak yakin dengan apa yang kautulis, bagaimana mungkin kau menggerakkan pembaca untuk bertindak? Menulis bukanlah bermain kata-kata. Susunan kalimat yang indah bisa sangat membosankan jika tidak memiliki makna yang kuat. Bukan kecerdasan yang membuat seorang penulis menjadi BESAR. Kehausan pada ilmulah yang membuat tiap goresan pena jadi bermakna.

Setiap tetes tinta seorang penulis adalah darah bagi perubahan peradaban. Karenanya perhatikan bagaimana ujung penamu bergerak! Seandainya semua orang memiliki kecerdasan yang sama dalam menulis, maka KESABARAN-lah yang akan membuatnya berbeda! Tiada penghambat menulis yang lebih besar dari KETAKUTAN DINILAI. Tiada kendali yang lebih baik dari KETAKUTAN MENEBAR KEBATILAN.

Pengetahuan melahirkan keteraturan berbahasa, sedang kekuatan TUJUAN membangkitkan ketajaman kata. Kalau engkau menulis untuk menyampaikan KEBENARAN, buat apa kausibukkan diri mencari inspirasi? Tiada landasan semangat yang lebih kokoh dari keyakinan pada agama. Tiada penjaga keyakinan yang lebih baik dari NIAT yang bersih.
Subhanallah

Ada beberapa poin yang tatkala membaca dan mengetikkannya saya merasa terhenyak, tertohok. Yang pertama "Bukan kecerdasan yang membuat seorang PENULIS menjadi BESAR. Kehausan pada ilmulah yang membuat tiap goresan pena jadi bermakna"

Okelah, katakan saja, si penulis adalah mahasiswa sastra, yang bisa dikatakan menguasai aneka ragam teori kepenulisan. Dan si penulis adalah seorang yang sangat rajin berlatih, hingga berkembanglah keluwesannya dalam menulis. Entah sudah karya ke-berapa yang dihasilkannya.Namun, kembali, rupanya, ada satu hal yang membuatnya akan berbeda jika dia memiliki pula. Apakah itu?

Ya, "kehausan pada ilmulah yang membuat tiap goresan pena jadi bermakna". Karena setiap rasa haus, ingin disegarkan. Sehingga ia akan mencari dan terus menggali aneka ilmu. Ilmu yang kemudian menjadikan karyanya lebih bermakna, sarat hikmah. Maka benar juga ketika dikatakan, gaya tulisan seseorang tergantung dari jenis bacaan yang dilahapnya. Pun, apa yang dituliskannya, bergantung dari ilmu yang dimilikinya. Karena tak mungkin kita memberi, sedang kita tak memiliki. Tak bisa, atau kalau boleh dikatakan tak sempurna dalam berbagi ilmu, jika kesempurnaan ilmu belum ia dapatkan. 

Maka, menjadi penulis bukan berarti berhenti belajar. Pun bukan berarti berhenti membaca. Menjadi penulis, sesungguhnya adalah "paksaan" untuk kita selalu membaca dan belajar. Membaca dari buku, belajar dari guru. Termasuk, membaca kauniyah, lalu belajar mengambil hikmah. 

Oke, poin yang kedua, ada pada paragraf berikutnya, "Tiada penghambat menulis yang lebih besar dari KETAKUTAN DINILAI. Tiada kendali yang lebih baik dari KETAKUTAN MENEBAR KEBATILAN.". 

Ah ya, sejak kapan kita mendapat pelajaran menulis? Sejak kita mulai belajar, bukan? Tapi, mengapa sampai sekarang kita tidak berani menulis? Ya, minimal menuliskan pendapat kita atas suatu permasalahan. Sayangnya, jarang yang mau dan berani melakukannya. Tak masalah, memang. Apalagi, yang merasa muyul nya bukan di bidang tulis menulis, lebih cocok di bidang lain.Untuk saya pribadi, kalimat ini begitu menghentak. Bahwa selama ini, hal yang paling menghambat saya dalam menuangkan huruf demi huruf, kata demi kata, adalah karena takut jika tulisan kita dinilai jelek oleh orang lain. Dan manakala ada tulisan yang telah saya posting, lalu mendapat kritikan, masih saja ada perasaan kesal. Hal itu menambah-nambah rasa malas dalam menulis. Maka semestinya, memang niat yang harus diluruskan. Toh, kita menulis bukan untuk beroleh penghargaan. Iya kan? Jadi, teruslah menulis dan menulis, jadikan kritik menjadi pematik. Jadikan saran menjadi penajam. Lihatlah, apa yang terjadi.. :)

Maka, seirama dengan frase berikutnya, "Tiada kendali yang lebih baik dari ketakutan menebar kebatilan". Ya, semestinya, ini menjadi pengerem kita dalam menulis. Jangan sampai, apa yang kita tuliskan membawa akibat yang buruk, baik untuk diri kita, maupun untuk orang lain. Jangan sampai, mendzalimi diri dengan mengumbar aib diri. Dan jangan sampai pula mendzalimi orang lain dengan menggibah fitnah tak terarah. Yang pasti, sampaikan kebenaran, bukan sekedar keindahan. Karena indah belum tentu benar. Yang benar, sampaikanlah kebenaran itu dengan indah. Sehingga orang menerima dengan mudah. Ingat, ini menjadi kendali, batasan kita dalam menulis. 

Intinya, ada semangat menulis yang tumbuh karena bebas dari ketakutan beroleh caci saat dinilai. Dan ada rem kendali  dalam menulis, untuk kita lebih berhati-hati menyampai kebenaran, dengan cara yang indah.

Poin ketiga dari hikmah yang saya dapat dari kutipan tweet di atas adalah "Kalau engkau menulis untuk menyampaikan KEBENARAN, buat apa kausibukkan diri mencari inspirasi? Tiada landasan semangat yang lebih kokoh dari keyakinan pada agama. Tiada penjaga keyakinan yang lebih baik dari NIAT yang bersih."

 Bukankah memang benar bahwa, "Kebenaran hanyalah milik Allah". Maka, ketika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan yang telah diajarkan Allah dalam Al Qur'an dan Hadits, sudah selayaknya kita singkirkan. Ya, singkirkan dari ruang inspirasi kita.Sumber inspirasi terbesar memang dari ayat Allah. Bahkan, kita hanya diberi sedikit dari ilmu untuk mengambil hikmah yang ada. Maka betapa masih sangat luasnya ilmu Allah. Cari inspirasi? Buka Al-Qur'an, pelajari ayat qauliyah dan kauniyah, ambil hikmah kisah teladan orang taqwa nan shaleh. InsyaAllah, inspirasi itu akan berdatangan, mengalir bak air terjun, deras. 

Keyakinan akan kebenaran agama ini, akan menjadi semangat tersendiri dalam menulis. Karena sungguh merasa ada banyak hal yang harus disampaikan. Sampaikan walau satu ayat. Begitu bukan? Nah, menjaga keyakinan ini hanya akan kokoh jika niat bersih. Bukan untuk dunia, bukan untuk pujian, bukan menghindar cacian. Tapi hanya satu, kita sampaikan kebenaran, hikmah dan kebaikan. Siapa tahu, bisa menjadi tambahan aliran pahala untuk kita. dan terpenting, ia nya akan menjadi pengingat bahwa kita pernah mengatakan kebaikan. Agar tak kabura maktan. 

Oke, demikian saja. Semoga renungan ini berkah. 
Untuk  menutupnya, saya kutipkan lagi doa, dalam tweet yang sama

Ya Allah, jadikan tiap huruf yang mengalir dari jemari ini butir zarah kemuliaan, yang berantai-rantai alirkan pahala kebajikan. Ya Allah, jadikan tiap kata yang berbaris mesra di kalimatku tali temali keberkahan, yang hubungkanku dengan ridha-Mu di tiap helaan.Aamiin

Wallahu alam

0 comments:

Post a Comment